Jakarta, 5/122016,Pemerintah harus segera menetapankan hutan adat. Selain sebagai perwujudan komitmen hadirnya negara bagi masyarakat hukum adat. Penetapan hutan adat juga menjadi sokongan bagi komitmen Presiden Jokowi dalam menuntaskan target 12,7 juta hektar hutan untuk rakyat dalam program Nawacita-nya.
Tuntutan ini disampaikan oleh perwakilan Masyarakat hukum adat Marga Serampas, Ammatoa Kajang, Lipu Wana Posangke dan Kasepuhan Karang dalam Konferensi Pers “Masyarakat Hukum Adat Menagih Janji Penetapan Hutan Adat” yang dilaksanakan oleh Perkumpulan HuMa, Yayasan Merah Putih, AMAN Sulsel, Rimbawan Muda Indonesia dan KKI Warsi pada 5 Desember 2016. Hadir sebagai narasumber adalah Indo Laku atau Iku, Wahid, Andi Buyung Saputra, Sairin dan para pendamping dari Yayasan Merah Putih, AMAN Sulsel, Rimbawan Muda Indonesia dan KKI Warsi.
Pendaftaran hutan adat ini telah diajukan pada 5 Oktober 2015 lalu ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Empat masyarakat hukum adat itu adalah: 1) Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Jambi; 2) Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan; 3) Lipu Wana Posangke di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah; 4) Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Banten.
Lambannya proses penetapan hutan adat patut dipertanyakan. Padahal, empat masyarakat hukum adat tersebut telah memenuhi mandat persyaratan hukum Peraturan Menteri LHK tentang Hutan Hak (Permen LHK 32/2015) untuk ditetapkan sebagai hutan adat. Mereka telah melampirkan sekurang-kurangya tiga dokumen, yaitu; surat pernyataan permohonan penetapan hutan adat, Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, serta peta wilayah dan hutan adat mereka. Mereka juga sudah melewati proses verifikasi dan validasi oleh KLHK.
Indo Laku atau Iku, Pemangku Adat (Tau Tua Ada) Lipu Wana Posangke menuturkan, “Setelah orang Wana diakui lewat Perda Morowali No. 13/2012 dan 4 tahun kami berjuang untuk penetapan hutan adat, sampai hari ini pemerintah nasional tidak serius menerbitkan keputusan tentnag hutan adat Wana Posangke”.
“Sejak kami ajukan bagian dari wilayah adat kami di Kasepuhan Karang untuk ditetapkan sebagai hutan adat, hingga hari ini belum ada keputusan apapun. Malah semua proses harus diulang karena berbagai sebab, salahsatunya dokumen pengajuan yang hilang. Situasi ini cukup membuat semangat naik turun. Tapi kami akan terus jalani sampai akhir,” kata Wahid, perwakilan Mayarakat Hukum Adat Karang yang juga wakil ketua organisasi Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI).
“Kami sekali lagi menegaskan bahwa bulan ini sudah mendekati akhir tahun. Hutan ada Ammatoa yang telah dikunjungi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih belum ditetapkan. Kami mewakili komunitas adat merasa tidak ada lagi alasan untuk penundaan penetapan. Kami hanya ingin memperjelas status hutan adat sebelum 2017. Jikapun ada penundaan harus ada alasan jelas yang mendasarinya,” kata Andi Buyung Saputra yang bergelar Labbiriya (Pemangku Adat Amatoa Kajang). “Kami sudah sejak dahulu menjaga hutan adat kami dan sudah ditetapkan oleh Bupati. Sekarang saatnya Pemerintah Pusat segera menetapkan hutan adat.” Tutup Sairin, perwakilan masyarakat hukum adat Marga Sarampas.
Untuk informasi lebih lanjut, sila menghubungi:
Direktur RMI, Mardha Tilla +62 813-1636-7600
Direktur KKI WARSI, Diki Kurniawan +62 812 7407 730,
Direktur AMAN Sulsel, Sardi Razak +62 813 5544 6625,
Direktur YMP, Amran Tambaru+62 813 4108 3836.
Catatan Redaksi:
- Empat lokasi itu adalah bagian dari tigabelas lokasi yang sedang diadvokasi oleh Perkumpulan HuMa Indonesia, JKMA Aceh, KKI Warsi, AMAN Sulawesi Selatan, Akar Foundation, Perkumpulan Qbar, RMI, LBBT, Perkumpulan PADI, Perkumpulan Bantaya, YMP Palu, Perkumpulan Wallacea. Lokasi lainnya, yaitu: 1) Seko di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan; 2) Mukim Lango di Kabupaten Aceh Barat, Aceh; 3) Malalo Tigo Jurai di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat; 4) Margo Suku IX di Kabupaten Lebong, Bengkulu; 5) Ketemenggungan Desa Belaban Elladi Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat; 6) Ngata Marena di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah; 7) Mukim Beungga di Kabupaten Pidie, Aceh; 8) Ketemenggungan Desa Tapang Semadak di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat; dan 9) Kampong Mului di Kabupaten Paser.
- HuMa adalah organisasi non-pemerintah bersifat nirlaba, yang memusatkan perhatian kerjanya pada isu pembaharuan hukum (law reform) pada bidang sumberdaya alam (SDA). Konsep pembaharuan hukum SDA yang digagas oleh HuMa menekankan pentingnya pengakuan hak-hak masyarakat adat dan lokal atas SDA, keragaman sistem sosial/budaya dan hukum dalam pengusaan dan pengelolaan SDA, dan memelihara kelestarian ekologis. Lebih lanjut: huma.or.id
- Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi didirikan pertama kali sebagai lembaga jaringan dengan nama Yayasan Warsi (Warung Informasi Konservasi) pada bulan Januari 1992. Pendiriannya diprakarsai oleh 20 LSM dari empat provinsi di Sumatera bagian selatan (Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, dan Bengkulu) yang peduli pada masalah konservasi sumber daya alam dan pengembangan masyarakat (community development). Lebih lanjut: warsi.or.id
- AMAN Sulsel adalah bagian dari pengurus wilayah dari AMAN, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). AMAN adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas Masyarakat Adat dari berbagai pelosok Nusantara. Lebih lanjut: amansulsel.or.id
- Yayasan Merah Putih (YMP) adalah organisasi non-pemerinta dan non-profit yang didirikan di Palu Sulawesi tengah tanggal 14 Desember 1989. Pada awal kehadirannya, YMP terfokus pada kerja-kerja konsistensi pemuda, pelajar dan mahasiswa. Namun seiiring dengan perkembangan, YMP mulai memfokuskan kerjanya pada advokasi dan pemberdayaan masyarakat local di Sulawesi Tengah. Lebih lanjut: www.ymp.or.id
- Rimbawan Muda Indonesia (RMI) adalah lembaga nirlaba yang memfokuskan diri pada isu sumber daya alam dan lingkungan hidup. RMI bertujuan mengembangkan konservasi sumber daya alam, melalui studi dan program aksi yang berkaitan dengan pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan. Lebih lanjut: rmibogor.id