Instruksi Presiden Belum Dijalankan
JAKARTA, KOMPAS – Instruksi Presiden Joko Widodo, April 2016, agar Indonesia menghentikan sementara atau moratorium sawit belum dijalankan. Jutaan hektar gambut dan kubah yang telanjur dibebani izin konsesi dikhawatirkan dibongkar.
“Makin lama ditunda, makin besar kemungkinan hilangnya tutupan hutan,” kata Zenzi Suhadi, Kepala Departemen Kajian, Kebijakan, dan Pembelaan Hukum Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jumat (19/8), di Jakarta. Walhi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global.
Walhi bersama Serikat Petani Kelapa Sawit, Yayasan Merah Putih, Walhi Sulawesi Tengah, dan Sawit Watch mewakili Koalisi berbicara kepada media seputar rencana moratorium itu. Rencana itu diapresiasi, terutama poin moratorium yang menyasar izin-izin yang telanjur diberikan.
Namun, Zenzi mengingatkan moratorium bisa ’’diakali” korporasi yang memiliki target ekspansi hingga 12,7 juta hektar dan baru tercapai 7,8 juta hektar (2014). Saat ini, KLHK baru menolak pengajuan ekspansi sawit seluas hampir 950.000 hektar.
Artinya, sekitar 3 juta hektar lainnya terancam. Demi target itu, korporasi bisa memanfaatkan penyusunan dan revisi tata ruang daerah. Ekspansi sawit, katanya, tak hanya merusak hutan. Di sejumlah tempat, menyebabkan konflik masyarakat adat dan komunitas dengan perusahaan.
Dikonfirmasi perkembangan moratorium itu, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead belum tahu. Namun, pemerintah memutuskan tiap kubah gambut bagus dilarang dibuka meski berizin. Seluruh areal kubah gambut dalam konsesi perkebunan ataupun kehutanan dikategorikan zona lindung perusahaan yang harus dipelihara.
’’Data kami, 1 juta hektar lahan kubah gambut dan masih bagus alias utuh, dalam izin definitif hak guna usaha (perkebunan), hutan tanaman industri, maupun hak pengelolaan hutan (HPH/ logging),” kata Nazir.
Satu juta hektar itu di 7 provinsi yang jadi kewenangan BRG, yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Papua.
Rapat kabinet
Keputusan ini, kata Nazir, didapat saat rapat terbatas kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Jumat lalu, terkait kebakaran hutan dan lahan. Keputusan melarang pembukaan kubah gambut menunjukkan komitmen Indonesia melindungi ekosistem rentan rusak itu.
“Sebelumnya, Presiden telah memerintahkan moratorium. Kami usulkan sekalian agar areal itu (kubah, masih bagus, dan berizin) menjadi zona lindung tetap. Jadi, meski arah politik berganti, statusnya tetap dilindungi dan tak boleh dibuka,” kata Nazir.
Larangan membuka itu, katanya, akan dilaksanakan kementerian teknis yang mengeluarkan izin. Contohnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengamandemen izin logging atau hutan tanaman industri, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengamandemen izin HGU.
’’Dengan demikian, hak pemilik izin dihormati. Zona lindung 1 tetap dilindungi.” katanya.
Ia mengingatkan, rapat terbatas kabinet lalu juga menyepakati kubah gambut yang telanjur dibuka atau dibuat kanal-kanal di tetapkan menjadi zona lindung tetap. Namun, apabila telanjur ditanami, dipersilakan memanfaatkan satu daur tanaman selama 25 tahun. (ICH)
sumber : Kompas Cetak Edisi 20/Agustus/2016